Hani Eva: Pemira UNJA 2025 Amburadul, Hak Suara Mahasiswa Terpinggirkan!

Jambi – Heni, salah satu mahasiswa yang menyatakan bahwa Pemira tahun ini lebih rumit dibandingkan sebelumnya. “Pemilihan BEM seharusnya melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang dibentuk oleh Majelis Mahasiswa (MAM). Namun, karena BEM telah vakum selama beberapa tahun, pihak kampus mengambil alih proses ini. Masalahnya, tiba-tiba saja berkas pasangan calon (Paslon) sudah diserahkan kemarin,” ujarnya.
Menurutnya, yang salah bukanlah Organisasi Kepemudaan (OKP), tetapi mekanisme pemilihan yang amburadul akibat adanya kepentingan dari oknum-oknum tertentu. “Jika melihat kampus lain, ada perekrutan terbuka calon BEM, kampanye yang transparan, dan Pemilihan Raya yang menjadi euforia bagi mahasiswa. Itu seharusnya menjadi bagian dari pesta demokrasi mahasiswa agar kita bisa mengetahui visi, misi, dan latar belakang calon yang akan memimpin kita,” tambahnya.

Siapa yang Bertanggung Jawab?
Secara teknis, pihak universitas sudah menjalankan perannya dalam memfasilitasi pembentukan BEM dan MAM. Namun, masalah utama justru muncul dari mekanisme yang dijalankan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kepemimpinan BEM. Keputusan yang dibuat dinilai tidak adil dan tidak mewakili suara mayoritas mahasiswa.
“Seharusnya ada sosialisasi terlebih dahulu mengenai mekanisme pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma), apakah melalui Pemira atau Kongres. Bukan tiba-tiba disosialisasikan setelah Kongres disepakati,” jelas Heni.
Salah satu kejanggalan terbesar adalah proses pemilihan yang hanya melibatkan ketua BEM fakultas. “Mengapa hanya ketua BEM fakultas yang dilibatkan dalam rapat pemilihan? Kenapa tidak melibatkan seluruh Himpunan Mahasiswa (HIMA), OKP, dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang juga merupakan bagian dari Keluarga Besar Mahasiswa (KBM)? Ibarat pemilihan presiden, tapi hanya perwakilan yang boleh memilih. Ini jelas mencederai demokrasi,” kritiknya.
Proses ini semakin dipertanyakan ketika adanya gelombang penolakan lewat aksi demonstrasi yang terjadi dua kali selama berlangsungnya timeline Kongres. Aksi terakhir bahkan diaminkan dengan penandatanganan tuntutan mahasiswa yang mendesak evaluasi dan tindak lanjut atas kejanggalan dalam sistem Kongres ini oleh rektor unja. Dalam hal ini tampak jelas bahwa birokrasi kampus turut mengakui adanya masalah dalam prosesi mekanisme kongres yang sedang berjalan.

Pentingnya Hak Suara Mahasiswa dalam Demokrasi Kampus
Hak suara mahasiswa dalam memilih Ketua BEM sangatlah krusial. Suara mahasiswa adalah bentuk representasi aspirasi mereka dan menjadi jaminan bahwa kebijakan yang diambil relevan dengan kebutuhan mahasiswa. Selain itu, partisipasi aktif mahasiswa dalam pemilihan juga merupakan bentuk tanggung jawab untuk mengawasi kinerja pemimpin terpilih.
Pemilihan yang dilakukan melalui sistem Kongres justru membatasi hak suara mayoritas mahasiswa. Seharusnya, pemimpin BEM yang terpilih adalah mereka yang benar-benar mendapat dukungan dari mayoritas mahasiswa. Dengan sistem Pemira yang transparan, mahasiswa dapat menilai calon berdasarkan visi, misi, dan program kerja mereka.

(AZZ)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *